AL HIKAM 01-03

Bab. 01

BERSANDAR HANYA KEPADA ALLOH
من علا ما ت الاعتماد على العمل نقصان الرجاء عند وجود الذلل
Sebagian dari tanda-tanda orang yang I’timad (menyandarkan diri) pada kekuatan amal usahanya adalah berkurangnya pengharapan terhadap rahmat dan pengampunan Alloh ketika ia berbuat suatu kesalahan (dosa).
Yang dinamakan I’timad yaitu membatasi kekuatan hanya pada satu perkara, I’timad mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan yang diinginkan dan ia menganggap bahwa dengan melakukan perbuatan tersebut tujuannya akan tercapai; misalnya : bekerja, ia percaya bahwa dengan bekerja akan tercapai segala keinginannya dan dengan bekerja ia akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada dasarnya syariat Islam menyuruh kita supaya beramal dan berusaha, tapi hakikat syariat melarang kita menyandarkan diri pada amal usaha kita, melainkan kita harus menyandarkan diri kepada rahmat dan karunia Alloh SWT, sebagaimana makna yang terkandung dalam kalimat
لا اله الا الله “Tiada Tuhan selain Alloh”, yang berarti bahwa tiada tempat bersandar, berlindung dan berharap kecuali hanya kepada Alloh dan tidak ada yang dapat menghidupkan dan mematikan melainkan Alloh SWT. dalam surat Yunus ayat 58 Alloh SWT berfirman :
قل بفضل الله وبرحمته فبذ لك فليفرحوا هو خير مما يجمعون
“katakanlah dengan karunia Alloh dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Alloh dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (QS.Yunus 58)
Dalam hal I’timad (menyandarkan diri), manusia terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Orang yang menyandarkan diri pada amal perbuatannya, biasanya orang yang seperti ini selalu berbuat sembrono dan tergesa-gesa. Ia selalu berusaha melakukan perbuatan yang menjadi sandarannya, dengan melihat dari lahiriahnya saja, dan orang yang seperti ini selalu berputar pikirannya antara amal dengan Roja’(pengharapan) dan Khouf(rasa takut gagal). ولتنظر نفس ما قد مت لغد “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok “. (QS. Al-Hasyr 18)

2. Orang yang menyandarkan diri pada rahmat dan karunia Alloh SWT., orang seperti ini memandang bahwa segala sesuatu yang ada adalah anugerah dan karunia dari Alloh, manusia tidak mempunyai kekuatan untuk mengelakkan diri dari bahaya kesalahan dan tiada kekuatan untuk berbuat amal kebajikan kecuali dengan pertolongan dan rahmat dari Alloh SWT. وما بكم من نعمة فمن الله ثم اذا مسكم الضر فاليه تجئرون “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Alloh lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa kemudhorotan, maka hanya kepada Nya kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl 53) Adapun cirri-ciri orang yang menyandarkan diri pada karunia Alloh adalah mengembalikan semua kepada Alloh. Pada saat bahagia ia memuji dan bersyukur kepada Alloh, dan pada saat susah ia introspeksi diri dengan merenungi kesalahannya dan selalu berdo’a kepada Alloh SWT.

3. Orang yang menyandarkan diri pada pembagian dan ketetapan yang telah ditentukan oleh Alloh SWT. orang seperti ini memandang sesuatu sebagai takdir Alloh,
قل الله ثم ذرهم فى خوضهم يلعبون “Katakanlah : Alloh lah (yang menurunkan Taurat), kemudian(sesudah kamu menyampaikan Al-Qur’an kepada mereka) biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatan.” (QS. An-An’am 91)
Adapun cirri-ciri orang seperti ini adalah selalu pasrah dan diam (menerima) terhadap terjadinya ketentuan (takdir) Alloh. Jadi Roja’ (pengharapan) nya tidak akan bertambah dan tidak pula berkurang dikarenakan suatu hal, jika ditimbang Roja’ (pengharapan) dan Khouf (perasaan takut) nya pasti imbang dalam setiap perbuatannya, orang seperti ini kelihatan selalu gembira padahal dalam hatinya juga ada rasa susah.

Sebagian Ulama Tahqiq mengatakan; barang siapa yang telah mencapai maqom (1), maka ia tidak akan pernah kendur dalam beramal, barang siapa yang telah mencapai maqom (2), maka ia tidak bisa berpaling dari beramal, dan barang siapa yang telah mencapai maqom (3), maka ia tidak bisa berpaling dari siapa saja selain Alloh SWT.

Shodaqollahul ‘Azhiem.

Bab. 02

إرا دتك التجريد مع إقامة الله إياك فى الأسباب من الشهوة الخفية

وإرا دتك الأسباب مع إقامة الله إياك فى التجريد إ نحطاط عن الهمة العلية
“Keinginanmu untuk selalu beribadah tanpa berusaha dunia (Tajrid), padahal Alloh telah menempatkanmu pada golongan orang yang harus berusaha (Sabab), maka keinginanmu itu adalah syahwat (hawa nafsu) yang samar (halus). Sebaliknya keinginanmu untuk berusaha dunia (Sabab) padahal Alloh telah menempatkan dirimu pada golongan orang yang selalu beribadah tanpa berusaha dunia (Tajrid), maka keinginanmu itu adalah penurunan dari semangat dan tingkatanyang tinggi.”

1. Orang yang ditempatkan pada Maqom Sabab, hukum untuk orang seperti itu harus ridho (rela), sabar dan pasrah.
Yang dimaksud Maqom Sabab yaitu melakukan pekerjaan atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup didunia, ciri-ciri orang yang ditempatkan pada maqom Sabab adalah bisa lancar pekerjaannya serta bisa memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan dan orang ini senang melakukan pekerjaan dan kewajiban-kewajiban agama dalam pekerjaannya.
2. Orang yang ditempatkan pada Maqom Tajrid,
Yang dimaksud dengan Maqom Tajrid yaitu meninggalkan bekerja, orang seperti ini harus selalu bersyukur kepada Alloh, harus giat dan tidak boleh kendor atau sembrono dalam menjalankan ibadah, ciri-ciri orang yang ditempatkan pada maqom Tajrid adalah selalu bisa mencukupi hak-hak dan menjauhi pergaulan dengan manusia.
3. Orang yang tidak berada pada maqom Tajrid maupun Maqom Sabab,
Hukum orang yang seperti ini harus selalu berhati-hati dalam menjalankan pekerjaannya, umpamanya pindah dari satu Sabab ke Sabab lain, jika ia sudah tahu bahwa Sabab itu tidak bisa diandalkan, maka berpindahlah ia ke maqom Tajrid, juga sebaliknya jika ia ingin menempatkan diri pada maqom Tajrid, tapi masih cenderung ke duniawi, maka pindahlah ia ke maqom Sabab.

Semua itu karena tanda-tandanya Alloh menempatkan pada Maqom Sabab atau Maqom Tajrid yaitu istiqomah (teguh), macam-macam ibadah dan wirid dilaksanakan dengan selamat, jika istiqomah itu tidak ada berarti diizinkan pindah pada maqom yang lain, karena kewajiban seorang hamba itu harus bertempat pada maqom yang telah ditempatkan oleh Alloh dan tidak boeh memilih yang lain atas apa yang telah diberikan oleh Alloh.

Sejatinya orang pada maqom Tajrid itu juga bertempat pada maqom Sabab, sebagaimana firman Alloh SWT dalam surat Ath Tholaq ayat 2-3 :
ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب ومن يتوكل على الله فهو حسبه
“Barang siapa yang bertakwa kepada Alloh niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberi rezeki yang tiada disangka-sangkanya, dan barang siapa yang bertawakal kepada Alloh, maka alloh akan mencukupkan keperluannya”.

Orang2 yg bertakwa kpd Allah setiap menghadapi kesulitan maka ia akan dibebaskan dari kesulitan tersebut dan Allah memberikan rizkinya yg datangnya tidak ter-duga-duga.
Ringkasnya yang jadi sababnya adalah Takwa, yg dinamakan takwa adalah rangkaian ilmu,
amal dan istiqomah, maksudnya mengetahui kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan
lalu diamalkan secara terus menerus.
Untuk mengukur bahwa orang tersebut berada dalam maqam tajrid yaitu Takwa lahir & Bathin.

Syahwat yaitu gerakan nafsu untuk mendapatkan apa yang patut untuk nafsu tersebut tanpa memandang sifat2 gerakan nafas tersebut. Sedang dinamakan “syahwat yang samar” karena orang yang bertempat pada tajrid itu sakit menurut lahirnya. Karena Tajrid itu meninggalkan apa yang menjadi kebiasaan dan menyalahi apa yang menjadi keinginan hawa nafsu. Tapi orang yang menempati maqam tajrid itu bisa juga dikatakan ingin enak, tidak susah bekerja yang kemungkinan akhirnya menjadi beban orang lain dengan meminta secara terang-terangan maupun dengan isyarat, yang seperti ini sudah menyimpang dari petunjuk Nabi.

Bekerjanya orang yang Tajrid tadi dianggap sebagai inhithath (penurunan dari atas kebawa) karena dia ingin mengganti ketentraman dengan kesulitan, asalnya tentram hatinya menjadi gelisah dan menempatkan dirinya pada sebab-sebabnya kerusakan sebab bercampurnya dengan selain Allah dan meninggalkan Nur dari Allah.

Bab. 03

سوابق الهمم لا تخرق أسوار الأ قدار

“ Kegigihan himmah (Semangat) tidak akan bisa menembus tirai takdir ”

Himmah yaitu keinginan (semangat) untuk mencapai suatu maksud tertentu, himmah menjadi luhur sebab luhurnya maksud dan menjadi hina sebab jeleknya maksud.
Tapi himmah itu pasti bersamaan dengan apa yang telah ditetapkan oleh Alloh, sebagaimana Firman Alloh dalam surat Al Kahfi ayat 45 ;
وكان الله على كل شيء مقتدرا
“Dan Alloh Maha Kuasa menentukan segala sesuatu”
Dan sabda Nabi SAW ;
كل شيء بقضاء وقدر حتى العجز والكيس ( رواه مسلم )
“ Segala sesuatu terjadi dengan qodho dan qodar Alloh, hingga menjadi lemah dan cerdik”

Himmah ada 3 macam :
1. Himmah yang pendek yaitu semangat yang timbul karena keinginan kuat dan kemantapan hati.
2. Himmah mutawassithoh (sedang) yaitu semangat yang selain timbul karena keinginan kuat juga menimbulkan usaha dan tindakan hingga akhirnya dapat tercapainya tujuan, baik yang dituju itu nyata ataupun tidak.
3. Himmah Sabiqoh yaitu kekuatan jiwa manusia yang bisa mewujudkan keinginannya tanpa terhalang yang lain.

2 Tanggapan to “AL HIKAM 01-03”

  1. edi Says:

    disaat saya sibuk beraktivitas….ibadah kpd Allah degn mudahnya meninggalkan kewajibanku pd Allah ..(Naudzubillah).disaat aku tidak pny aktivitas duniawi aku merasa rindu ibadah kepada allah dijalani degn nikmatnya ibadah bahkn stlah melaksannya begitu nikmatnya ibadah,(subhanallah).lantas apa yang harus saya lakukan….tajrid atau kasab….?

Tinggalkan Balasan ke edi Batalkan balasan